Berzina Di Atas Sajadah






gambar : Google

INOSEN

Jam berdetik pekik
Sesal adalah nikmat yang henti berdetik
Ayah menyuruhku shalat, aku shalat
Ibu meminta ngaji, aku ngaji dan taat
Namun mereka bukan CCTV
24 jam yang selalu membuka mata dan hati
Berkali ayah bilang: Nak, sekolahlah sampai tinggi
Ayah kan bekerja keras untuk membiayai
Biar kamu jadi orang tinggi yang berarti
Ibu juga menitipkan salam sayang;
Di halaman sekolah itu ada harapan hidupmu yang terbentang
agar menjadi matahari yang menerangi orang
Kepalaku mengangguk iya, iya, iya sajalah; peduli amat
Toh mereka tak tahu isi hatiku yang terpahat
Di depan tunduk patuh dengan manis
Aku ini muda, bebas memilih jalan yang berbaris


NAKAL

Jam berdetik pekik
Hingga di sekolah guru BP tak asing lagi dengan namaku yang berderet
Penuh coret
Meski perempuan aku bangga jadi ular liar
Berkali-kali di sidang karena merokok atau tertidur di bangku
Karena sisa semalam jadi layu
Aku bangga meski sedikit belagu
Jam berdetik pekik
Sekolah adalah taman untuk melukis perasaan, bukan teorema algoritma
Seolah tempat melukis cerita roman di sana
Sang pujaaan hati yang membuatku kini menjadi nakal
Tiada sesal
Pacarku surgaku
tak peduli apa fatwa fisika atau amarah guru agama

KANGEN

Jam berdetik pekik
Aku kangen sekolah, bukan kangen mencium tangan guru
Atau mencari x dan y yang belum ketemu
Aku rindu ketemu arjunaku
Pokoknya mengalir di palung rindu
Boncengan bersama tanpa spasi
kemana-mana tanpa harus basa-basi
Aku kangen romeo ku,kangen
titian harapan
tempat melempar keresahan, pelipur hujan kesedihan
Setahun lebih kami menjalin asmara
dimulai saat aku melihatnya duduk dipintu asrama
rambutnya yang kemilau
seketika batin ini jatuh hati terpukau
Lewat temannya dia menitip sepucuk surat kecil
minta nomor telepon agar dia dapat memanggil
tanpa pikir panjang, hatiku teramat melayang
aku dibuatnya bernyanyi girang

KARENA WAKTU

Saat kelas 2 SMA dan waktu itu Raka, Arjunaku kelas 3 IPA
Seperti remaja umumnya yang puber gila,
kami saling jatuh cinta seperti bara
Meletup cinta yang teramat berat
Berkarat dahsyat
Aku cinta dia, dan aku membuat ia terjerat
Cinta kami 24 karat
Aku anak baik dulu, anak mamihku
sebab ayah ustadz, ibu penjahit baju muslim
Mereka begitu alim
Begitupun keluarga semua taat norma
Keluarga kami adalah lukisan harmoni beragama
Aku hafal quran 2 juz, dulu
Setiap pagi dan sore alquran sudah seperti lagu
Yang terngiang di belahan kepala dengan merdu
Berkerudung, orang bilang aku inosen
Tetapi lambat laun dengan sebutan itu aku bosen
Setelah kian dekat dengan raka dan aktivitasku pacaran
Hidupku perlahan, perlahan dan perlahan
kini liar seperti angin dengan kisaran
Ayat-ayat pun tak lagi bersimponi di sanubari
Lebih senang membanjiri hari-hariku dengan curhatan cinta
Raka ku, pacar hidup dan matiku

RAKA ANAK BADUNG

Ia bukan asli bandung,
meski sekarang tinggal di dekat ci kapundung
Raka si anak badung,
Namun hatiku dibuatnya selalu meleleh, dengan berbagai senandung
Aku cinta Raka ku
Semakin dekat, kami saling percaya
Seakan tak ada jeda diantara kita
Aku percaya Raka dan kami saling memberikan apa saja yang dipunya
Termasuk kejadian yang tak di duga
Kejadian yang kini menghabiskan muatan memori kepala
Pada hari sabtu itu,
modus seperti biasa ijin berangkat pada ibu
kami akan membuat tugas dari Bu Guru Alida bersama teman-teman sekelas
Padahal hanya berdua dengan Raka, kekasihku
Kami bermain seperti biasa, membolos, bermotor, dan tertawa
Namun akhirnya tak kuat, kian tak kuat
Dengan rayuan raka menembus dengan hangat
Kami menyepi di tempat sunyi dan tangan-tangan nakal mulai menari-(me)nari
Lalu menghuni kamar setengah hari
Saat itulah
Mawar suci jatuh di tangan arjunaku..
Dengan alasan ia akan bertanggung jawab,
dengn alasan kalau aku harus membuktikan tanda cinta jika aku cinta!
Terbius...
kami terjerumus dalam penyesalan cinta yang terbungkus
Saat itulah pertama kali
mengerti sesal rasanya seperti apa
seperti palu yang menggodam hati hingga berceceran
sesal yang takkan sembuh dengan pengobat waktu meski ribuan tahun berlalu

NYANYIAN SESAL

Dan Jam berdetik pekik
Aku di Drop Out
6 bulan perutku mulai gendut
Ayah sakit dan terus sakit-sakitan
Ibu kecewa tingkat langit
Nikah muda akhirnya harus dijalani
Saat teman-teman masih SMA dan bebas berlari
Ke sana-kemari
Aku tidak! Tidak lagi seperti mereka
Bahkan Kini
Aku sudah Janda,
lelakiku penipu
arjunaku nerakaku
Bosan
Ia bosan mentang-mentang istrinya adalah sampah
Sudah sepah sebelum nikah!
Arjunaku kini menghilang
Mencari pelukan lain perempuan jalang
Kalau ada mesin pemintal waktu
Ijinkan aku duhai Tuhan kembali ke waktu itu

JANDA PEMURUNG, AKU

Jam berdetik
Waktu tak pernah kembali walau sedetik
Aku
single parent dengan anak perempuan mungil
Yang sering sakit-sakitan di rumah kontrakan kecil
Bekerja sebagai penganyam keset kelapa dengan gaji tak seberapa
Aku nanar padam
Setiap melihat keset yang ku anyam
Air mata berlinang seperti riam
Teringat dosa-dosa yang sudah ku kenyam
Aku sekarang
menjadi keset kehidupan
ibarat bunga yang layu berhamburan
Penuh derita tusukan pilu
Lara dan bara menjadi adonan dalam diary qalbu
Jam berdetik pekik
Arjunaku tak mau tahu buah hatinya lagi
Arjunaku tak mau tahu janjinya yang dulu akan selalu di sisi bersamaku
Arjunaku dengan mulut manis
Arjunaku penipu berbulu iblis
Lamunan Senja
Jam berdetik pekik
Tanpa tahu UN itu rasanya asyik
Atau seperti apa..
tanpa tahu rasanya menerima ijazah itu bergetar seperti apa..
Ibu dulu bercerita kamu harus jadi anak baik
Dulu aku memang anak baik!
Namun
Cinta yang semu membuat tangisku mengalir beranak sungai saat ingat
Aku manis di hadapanmu
Taat di sajadahmu
Namun ular di tiadamu
Sesalku
Sesalku apakah dengan maaf akan mengembalikan?
Rasanya tak bisa sembuh dengan air mata
Tak hilang dengan lamunan senja
Semua mata kini merendahkan
Kesal kini..
Sesal ini. sekarang ini...
bingung tak tahu lagi....
Aku .....
harus berbuat apa
selain melamun diantara kemilau lukisan senja......

Rangga Muhammad

‪#‎beres‬ 29-3-16 jam 10;00 tepat

*Sebuah cerpoem. cerpen dari rangkai puisi.

1 komentar: