Toko paman Budi yang kujaga siang
ini ramai sekali, bahkan ada beberapa pembeli yang tak kukenali wajahnya.
Sepertinya banyak dari mereka yang bukan warga kampungku, terbukti dengan
penampilan mereka yang cukup perlente. Tapi ada satu hal yang membuatku
bertanya-tanya, mengapa kebanyakan yang dibeli adalah sebotol air mineral?
Ketika liburan kuliah tiba dapat
dipastikan aku akan kembali ke kampung halamanku. Untuk mengisi waktu biasanya
aku membantu bapak di sawah sampai tengah hari, setelah itu menjagai toko
pamanku hingga asar.
Pembeli masih juga berdatangan
padahal waktu salat asar telah tiba,aku harus segera ke masjid dan menutup toko
hingga Rangga anak paman Budi menggantikanku menjaga toko.
“Air mineralnya sebotol, Mas!” Dua orang ibu-ibu
meneriakkan pesanan yang sama padaku seraya mengacungkan telunjuk tangan kanan
mereka.
“Tapi tokonya mau tutup, Bu! Nanti habis salat buka
lagi!” Seruku, lagipula aku sudah ambil air wudu.
“Cepatlah Mas, butuhnya sekarang kok!” Ibu-ibu itu
memaksa, sedangkan iqamat telah berseru.
“Uang pas ya, Bu!” Aku menyorongkan dua botol
mineral dan mengambil uangnya. Segera kututup rolling door toko dan setengah berlari ke arah masjid. Salat telah dimulai.
Aku heran kenapa rumah di seberang
masjid itu penuh sekali, tapi aku tak punya waktu untuk bertanya-tanya. Aku
segera bergabung ke dalam barisan salat laki-laki yang kutaksir jumlahnya
paling hanya belasan orang.
***