(Fhoto dari blog animasi anak bangsa)
“
Kalau bulan bisa ngomong...tentu dia tak akan bohooong.... “
Meski tak sejernih dahulu, radio butut di pojok
rumah masih mampu mengeluarkan suara. Di
depan jendela, Sangkuriang menatap jauh ke jalan, menatap lalu lalang
kendaraan, para pedagang serta pejalan kaki.
Kepalanya hampir pecah, dia berpikir lebih baik berhenti dan keluar dari peran yang sedang dia lakoni,
lebih baik mati.
“
Dusta, Sumbi pendusta, sumbi pembohong. Hanya bulan yang tak pernah bohong,
namun dia tak bisa ngomong... “ pikir sangkuriang.
Malioboro, ya lagu berganti, angin
menyelinap lewat pentilasi jendela, bengis menusuk tubuh. Sangkuriang kemudian
merebahkan dirinya di atas kasur berlapis sprei batik, kenang-kenangan dari
Jogjakarta. Masa-masa indah kemudian melintas, kenangan bersama Sumbi
mengelilingi ubun-ubun Jogjakarta, wajah Sumbi sangat asri terkena cahaya lampu
di Jalan malioboro. Sumbi senang sekali makan nasi bungkus daun pisang serta
berbagai macam agkringan. Semua terasa indah meski isi dmpet tinggal ceban-cebannya.
Lampu
kamar tiba-tiba mati, radio butut di pojok kamar, seketika bisu. Akhir-akhir
ini pihak PLN sering kali melakukan pemadaman bergilr, untuk perbaikan. Dalam
kegelapan, resah makin mencekik, sebab besok adalah hari terakhir untuk
bernegosiasi dengan raja Guriang. Uang tabungannya tinggal sedikit, tak cukup
untuk membayar para guriang. Sebagai
upah untuk pembuatan perahu dan telaga. Permintaan sumbi.
Namun
di hati kecilnya, Sangkuriang tetap otimis, mampu mengabulkan syarat yang
diajukan sumbi. Gelora di hatinya membangkitkan semangat untuk tetap maju.
Masalah keuangan masih bisa diatur, kemungkinn besar dia akan berhutang dulu
kepada raja Guriang. Sangkuriang mulai tenang, bayangan Sumbi mendekapnya, sampai
tertidur pulas.
***