Di bawah lampu kamar yang kian remang Ros menorehkan garis
demi garis sulaman benang di atas sebuah saputangan berwarna putih bersih.
Setiap garis benang ia jahitkan setiap itu pula hatinya terasa ngilu. Semakin
dekat sulamannya itu pada keutuhan, semakin dekat pula ia pada waktu yang telah
ia janjikan pada dirinya sendiri.
Dengan mata berair, Ros meraba-raba gambar yang telah ia
lukiskan dalam ribuan tusukan jarum. Dahinya berkerut hingga kedua pangkal
alisnya yang tebal hampir bersentuhan.
Ia membatin dalam hati “hanya tersisa beberapa goresan lagi”. Ada
perasaan bersalah yang menghantuinya setiap kali Ros mengingat betapa giatnya
ia menyulam.