Kawah Sastra




Warung tak sekedar tempat makan dan minum. Warung bisa juga menjadi tempat berekspresi para seniman. Seperti Warung Tresni, Denpasar yang giat mempersilahkan para seniman mempersembahkan karya-karyanya setiap malam Minggu.




Jantung berdetak menghitung jarak
Rindu terbang menunggang purnama
Dan atap rumah kita kembali basah oleh deraian air purba
Tulisan ini sebenarnya hanyalah sedikit dari pengalaman saya dan refleksi atas apa yang saya analogikan mengenai ketiganya. Ya, jurusan kuliah, rancangan percobaan, dan agama. Tulisan ini akan sederhana saja, sepraktis apa yang menjadi dasar pemikiran saya. Semoga tulisan ini bisa menjadi cemilan ringan setelah makan berat ya.
            Saya tidak tahu mulanya gagasan ini muncul dari mana, siapa yang mengemukakan, hingga sering saya dapati pada status-status di media sosial tapi saya sendiri menemukannya dalam film PK yang diproduksi pada tahun 2014 dan dibintangi oleh Aamir Khan, bahwa unsur-unsur dasar yang menjadi identitas kita ditentukan beberapa menit setelah kelahiran kita seperti nama, kewarganegaraan, bahkan agama dan hal-hal inilah yang melekat sepanjang hidup kita bahkan kita bela hingga mati. Padahal identitas tersebut dilekatkan kepada kita jauh sebelum kita memiliki kemampuan untuk memilih, namun kebanyakan dari kita percaya bahwa identitas itu memang yang harus kita kenakan sepanjang hayat. Begitu? 



Karya : Grace

Berada dalam kehidupan
Namun, tak merasakan hidup
Bahkan tak tahu
Apa itu hidup?
Apa hidup hanya bernapas?
Atau, makan juga bergerak?

Katanya, kehidupan tak akan bersua
Bila tidak ada sosialisasi
Yah... Itu yang selalu terdengar


Harmoni ini takkan lengkap tanpa sosokmu
Seakan ada beberapa bar yang hilang dalam lagu

Tapi ketika kau ada
Tenor dan Sopran akan berebutan pada baris awal
Mereka ingin jadi yang pertama
Menyambutmu dengan indah suaranya

Karya  : Yosep Hendry
 Gambar : Google

Malam ini bintang terlihat jelas seakan-akan mendukungku untuk menikmatinya, bulan berwarna kuning cerah memberi cahaya pada orang-orang berlalu lalang berpasang-pasangan, dan kepada orang-orang yang sendiri tanpa kepastian.
Pedagang yang ikut meramaikan malam ini diantaranya mereka berdagang menjajakan souvenir untuk orang-orang yang sedang memadu kasih, ada juga yang berdagang makanan yang khusus untuk di nikmati berdua salah satunya martabak cinta ; sebuah martabak manis yang berbentuk hati dan biasanya ini di sajikan hanya untuk dua orang.

Di jembatan ini banyak sekali pasangan-pasangan yang berkeliaran, mereka bergandengan tangan kadang juga saling merangkul. Aku melihat ada mereka mengobrol dan kertawa-ketawa, ada juga orang yang saling menatap dengan tatapan tajam lalu bergandengan tangan dan ada juga orang yang datang sendiri mungkin ia sedang meratapi kesepian yang tak kunjung pergi.
Sedangkan aku berjalan sendiri karena sedang menunggu seseorang yang spesial yaitu sahabatku ia sudah berteman dengan aku sangat lama dari SD sampai SMA kita selalu barengan bahkan selalu sekelas dan selalu sebangku maka engga heran ketika temen-temenku bilang bahwa kita itu pacaran karena hubungan persahabatan kita tak lazim aku sering bermain kerumahnya, dan dia juga sering bermain kerumahku dan rumah kita pun selalu menerima satu sama lain. 





Sesosok cacing penggerogot perut bumi
yang tak punya hati..
Sesosok penghisap darah
yang tak pernah puas meminum keserakahannya

sekelompok mahluk penghancur dan individual pembantai,
tak ubahnya senjata perang,


 Karya : Rosi Risalah
 
Walau hanya melihatmu tersenyum seperti itu, aku benar-benar senang.  Ada banyak hal yang ingin aku sampaikan padamu, tapi aku sama sekali tidak tahu bagaimana cara menyampaikannya.
            “Sebentar,” aku menahanmu dari belakang.
*



Karya :  Rian Ibayana

Kau ledakan kangen ke seluruh kota
Masuk lewat mata
Juga liang telinga
Mengisi kepala.

Dingin yang begitu kental
Dingin yang begitu dikenal
Dingin yang tak bisa dipahami
Oleh sekedar mantel
Maupun selimut
Ya, wujud yang kadang-kadang berkabut.



Gemintang pecah di jendelamu
Bulan membeku di teras depan
Sepi beranak pinak di beranda
Aku hanya bisa jauh merindu

Gerhana telah jatuh di pelupuk mata
Setapak hilang ditelan bayang cahaya
Kita berpisah lagi, sayang
Dalam ketersesatan kita masing-masing

Namaku Lakuna, dan aku perempuan.

Menjadi perempuan itu tidak mudah.
Perempuan selalu terkekang oleh norma-norma keluarga yang terlalu kaku, terkurung oleh peraturan-peraturan semu namun tabu. Seakan terperangkap dalam penjara tak kasat mata.
Tak seperti laki-laki yang bisa melakukan hal-hal sederhana tanpa batas ruang ataupun waktu. Mereka bisa membicarakan semua keresahan tanpa batasan malu maupun ragu.

Semesta tak pernah mempercayai perempuan dalam banyak hal. Semesta lebih percaya pada laki-laki sebagai pemimpin, sebagai otak dalam segala hal. Agama bahkan mempercayai laki-laki sebagai pemimpin, pendeta dan paus adalah lelaki. Nabi dan rosul juga lelaki. Bahkan mayoritas pemimpin negara juga lelaki.
Mereka seakan lupa bahwa Joan Of Arc yang merebut kembali tanah Prancis dari Inggris adalah perempuan. Mereka tak tahu bahwa logam merkuri diambil dari penemunya, perempuan bernama Marry Currie.
Semesta memang kadang tak pernah menganggap kita ada. Kita diperlakukan layaknya ‘anak bawang’ dalam permainan petak umpet. Kita hanya berlari bersembunyi merasa bahwa kita adalah bagian dari permainan, sebenarnya tak pernah ada yang menganggap kita benar-benar bermain.

Apakah kita hanya budak para lelaki?
Entahlah.
Kekerasan terhadap perempuan masih menjalar di sepanjang lekuk tubuh Bumi. Ketidakadilan terhadap perempuan sudah mendarah daging dari masa ke masa.
Para Adam selalu menganggap Hawa adalah pengacau karena tergoda oleh buah terlarang, menyebabkan kita semua terusir dari Surga, dan terdampar di Bumi antah-berantah ini.
Pembakaran perempuan sudah biasa pada jaman pertengahan, laki-laki menganggap kita adalah penyihir, dan membakar kita sampai hanya menjadi abu. Eropa Timur masih saja melakukan perdagangan perempuan, menganggap kita adalah barang berharga yang mungkin bisa saja ditawar.
Sedangkan Afrika masih melakukan perbudakan perempuan. Sementara itu di seluruh seluk Beluk bumi pemerkosaan dan kekerasan terhadap perempuan sedang terjadi.

Padahal, kita tak pernah berdoa pada Tuhan untuk dilahirkan sebagai perempuan.
Jika saja kita adalah lelaki, yang bisa dengan enaknya menguasai setiap inci kepercayaan, yang tak terkekang oleh aturan dan norma yang kejelasannya tak bisa dipahami, yang dalam pikirannya takkan ada hal-hal rumit seperti lipstik dan teman-temannya, yang tak peduli pada omong kosong soal keindahan dan kecantikan luar, yang takkan pernah merasa kesakitan melahirkan.

Semua hal ini, membuatku bertanya.
Apa hakekat utama dari eksistensi perempuan di Semesta ini?

(Namaku Lakuna, kepingan puzzle terakhir, yang kadang terlupakan tapi menyempurnakan. Akulah perempuan).

TAMAT

Ditulis oleh Jein
Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Arsip

  • ►  2017 (1)
    • ►  Desember (1)
  • ▼  2016 (112)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (7)
    • ▼  September (11)
      • Ekspresi Seni di Sebuah Warung
      • LDR
      • Jurusan Kuliah, Rancangan Percobaan, dan Agama
      • Hidup?
      • Gita Aksara
      • Kenangan Arluna & Ringga
      • Sebut Saja Manusia
      • No Dice
      • Ciwidey Bagian Tiga
      • Gerhana Rasa
      • Lakuna
    • ►  Agustus (6)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (7)
    • ►  Mei (15)
    • ►  April (17)
    • ►  Maret (12)
    • ►  Februari (18)
    • ►  Januari (15)
  • ►  2015 (17)
    • ►  Desember (17)

Postingan Unggulan

  • SEBELUM LAUT BERTEMU LANGIT
    Seekor penyu pulang ke laut Setelah meletakkan penyu telurnya di pantai Malam ini kubenamkan butir-butir Puisiku di pantai hatimu P...
  • Gloomy Sunday
    Gambar : Google             Karen menyadari pilihannya salah, prediksinya tentang cuaca jelas tak masuk perhitungan sebelumnya. Ia ...
  • Pengecut Yang Mengagumimu
    Di sekian, nyaris ribuan fajar yang kulewati sejak aku bertemu denganmu. Aku merasa biasa saja. Tak ada detak jantung yang terlal...
  • Resensi Buku "Personality Plus"
    Judul Buku: Personality Plus Penulis: Forence Littauer Salah Satu #1 buku terlaris di dunia
  • Dari Pondok (II)
    : Pesan yai Do’a yang terpental Mari bersama-sama Hilangkan penghalang Aku memberi Kau menerima

Kategori

cerpen (34) puisi (32) cerbung (11) prosa (11) esai (5) artikel (4) sajak (4) resensi buku (2) sketsa (2) surat terbuka (2) FESADEY (1) Short Story (1) haiku (1) kawah sastra (1) reportase (1)

Kawah Sastra Ciwidey

Kawah Sastra Ciwidey
Kawah Sastra Ciwidey merupakan sarana berkumpulnya para penikmat seni pada umumnya. Dan sastra pada khususnya. Wadah untuk berbagi pengalaman dalam dunia literasi juga arena diskusi. Dengan tujuan utama merangsang para anggota untuk meletuskan imajinasinya lewat tulisan serta mengobarkan kebaikan kepada masyarakat luas melalui jalan seni. Jalan sastra. Berdiri 1 Juni 2014

Facebook : Kawah Sastra Ciwidey
Twitter : @kawahsastra
Instagram : @kawahsastra
Email : ks.ciwidey@gmail.com

Postingan Unggulan

  • SEBELUM LAUT BERTEMU LANGIT
    Seekor penyu pulang ke laut Setelah meletakkan penyu telurnya di pantai Malam ini kubenamkan butir-butir Puisiku di pantai hatimu P...
  • Gloomy Sunday
    Gambar : Google             Karen menyadari pilihannya salah, prediksinya tentang cuaca jelas tak masuk perhitungan sebelumnya. Ia ...
  • Pengecut Yang Mengagumimu
    Di sekian, nyaris ribuan fajar yang kulewati sejak aku bertemu denganmu. Aku merasa biasa saja. Tak ada detak jantung yang terlal...
  • Resensi Buku "Personality Plus"
    Judul Buku: Personality Plus Penulis: Forence Littauer Salah Satu #1 buku terlaris di dunia
  • Dari Pondok (II)
    : Pesan yai Do’a yang terpental Mari bersama-sama Hilangkan penghalang Aku memberi Kau menerima

KONTRIBUTOR BLOG


1. Yogira Yogaswara
Facebook : Yogira Yogaswara

2.Rian Ibayana
Facebook : Rian Ibayana
Blog : Ibayanasandjaya.blogspot.com

3. Rangga Muhammad
Facebook : Arangga Muhammad
Instagram : @rangga_muhammad

4. Aya Sofi Rumaisha
Facebook : Lupita Lestari
Twitter : @lupita_lestari
Tumblr : lupitalestari.tumblr.com

5. Yoga Palwaguna
Instagram : @ypalwaguna
Twitter : @ypalwaguna
Tumblr : palwaguna.tumblr.com

6. Tika Kartika
Instagram : @tikakaoo
Facebook : Tika Kartika (Peraih Mimpi)

7. Ananda Arien
Facebook : Ananda Arien
Twitter : @anandaarien
Instagram : @anadaarien02

8. S.J Munkain
Facebook : SJ Munkian
Instagram : @sjmunkian
Tumblr : sjmunkian.tumblr.com

9. Srea
Twitter : @sreartion
Instagram : @sreartion
Blog : catatanhatisrea.blogspot.com

10. Nisa
Facebook : Nissa Septiani

11. Jein Gemini Oktaviany
Blog : www.jeinoktaviany.com

12. Aditya Pratama
-

13. Siska Nur Fitriyani
Email : siskanf@yahoo.com
Line : siskanurfitryani

14. Nana Kurniawan
Facebook : Nana Kurniawan

15. Rosi Risalah
Facebook : Rosi Risalah
Instagram : @rosirirs
Blog : jurnalco.wordpress.com

16. Rizki Fatmala
Instagram : @rizkypatmala
Facebook : Rizky Fatmala Agustina

17. Yosep Hendhry
Twitter : @yosef_hendhry
Line : yosephendhry
Blog : www.yosephendhry.id

18. Noe
Instagram : @noekecil
Twitter : @noekecil
Blog : noekecil.blogspot.com

Arsip

  • ►  2017 (1)
    • ►  Desember (1)
  • ▼  2016 (112)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (7)
    • ▼  September (11)
      • Ekspresi Seni di Sebuah Warung
      • LDR
      • Jurusan Kuliah, Rancangan Percobaan, dan Agama
      • Hidup?
      • Gita Aksara
      • Kenangan Arluna & Ringga
      • Sebut Saja Manusia
      • No Dice
      • Ciwidey Bagian Tiga
      • Gerhana Rasa
      • Lakuna
    • ►  Agustus (6)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (7)
    • ►  Mei (15)
    • ►  April (17)
    • ►  Maret (12)
    • ►  Februari (18)
    • ►  Januari (15)
  • ►  2015 (17)
    • ►  Desember (17)

Kategori

cerpen (34) puisi (32) cerbung (11) prosa (11) esai (5) artikel (4) sajak (4) resensi buku (2) sketsa (2) surat terbuka (2) FESADEY (1) Short Story (1) haiku (1) kawah sastra (1) reportase (1)
Copyright © 2015 Kawah Sastra

Created By ThemeXpose