Cermin (Sama-Sekali-Tidak) Ajaib

Kautahu mengapa ibu tiri Putri Salju begitu mendengki pada Sang Putri?
Sssstttt….! Aku bocorkan ya, tapi janji jangan berisik!
Ah…tapi aku sungguh tak bisa percaya dirimu, aku jadi malas bicara. Sudah baca saja, nanti juga kautahu jawabannya!

            Aku bukanlah seorang ratu dan jelas-jelas bukan ibu tiri dari gadis manapun. Tapi entah mengapa—jangan anggap aku sedang bertanya padamu—selama bertahun-tahun aku sepertinya mewarisi cermin ajaib milik Sang Ratu. Setiap kali aku melihat cermin itu aku harus mengubah satu per satu bagian dari diriku. Sering kubertanya-tanya bagaimana sih bentuk cermin ajaib milik sang Ratu? Apakah berbentuk oval dengan bingkai kayu yang indah seperti cermin-cermin kuno yang tergantung di dinding? Aduh sepertinya imajinasiku payah sekali, pasti cermin yang sangat besar dan bisa menangkap pantulan tubuh Sang Ratu dalam sekali pandang, berhiaskan mutiara, permata, berlian, perhiasan apapun yang layak didapatkan seorang ratu. Tapi asal kautahu saja cermin milikku bentuknya melampaui imajinasi makhluk manapun, entah itu binatang melata hingga manusia, dari tumbuhan tingkat rendah hingga tumbuhan tingkat tinggi.
            Cerminku memiliki kepala dengan isi yang cukup pintar, mata yang indah, wajah yang tidak terlalu tampan tapi bagiku paling tampan—mungkin aku gila, anggap saja begitu—dan…bibir. Sepasang merah muda yang bersinggasana di atas dagunya selalu mengeluarkan bebunyian seumpama sabda hakim agung di telingaku, aku akan mengamini apa saja penilaiannya tentang diriku. Karena aku jatuh cinta padanya, aku jatuh cinta pada cerminku, sangat parah, hingga nalarku terkapar.
            Aku bukanlah gadis yang (ingin dibilang) bodoh, tapi kan sudah aku katakan nalarku belum bangun dari kesakitannya. Tiap kali aku menatap cerminku, kepalaku tak berotak hanya tubuhku yang berhati, dan perasaanku—sayangnya ia hanya mengenal hati, tak mengenal otak—berkata bahwa cerminku selalu tahu bagaimana seharusnya versi terbaik dari diriku. Ia mengetahui segalanya tentang diriku, padahal yang terjadi adalah sebaliknya.
            Cerminku alergi kacang, mukanya akan membengkak jika ia makan kacang, jenis apapun. Tak peduli apakah itu kacang ajaib si Jack yang bisa membawa bocah itu ke langit. Ia tidak suka baca komik, apalagi serial cantik. Ia tidak suka nasi goreng, karena nasi goreng biasanya nasi kemarin. Lalu kukatakan aku tidak suka cinta kemarin, karena itu sudah basi. Tapi dia diam saja, mungkin karena tak peduli, padaku. Namun aku peduli padanya, bodoh ya? Kembali ke peraturan awal, aku tetap tidak ingin dibilang bodoh.
            Cerminku tipikal yang lembut, tidak suka film beraroma darah—aku sendiri bingung, itu film atau kudapan untuk Drakula—juga tidak suka alur cerita yang rumit, sudah aku bilang ia hanya cukup pintar, tidak terlalu pintar dan tidak lebih pintar dariku. Dan sekarang aku tahu mengapa ia tidak suka cerita ‘Aku mencintainya’ karena cerita itu juga memiliki alur yang lumayan rumit. Selain itu aku hafal nomor ponselnya, nomor sepatunya, warna favoritnya, makanan kesukaannya, hobinya, kelebihannya, kekurangannya—namun saat kuakses bagian ini tiba-tiba isinya terblokir—hingga kemana saja ia menghabiskan waktunya di sore hari. Masih banyak lagi ya, intinya aku tahu segalanya tentang dirinya tapi tidak sebaliknya. Dan tololnya aku berpikir sebaliknya, nalar yang sedang sakit memang jangan diajak bekerja.
            Cerminku tidak pernah tahu aku tidak suka makan tahu, lebih senang makan tempe. Aku penggila cokelat apapun bentuknya. Entah itu batangan, kue, biskuit, atau minuman. Aku penggemar keju, terutama roti isi keju. Roti isi cokelat dan keju membuat duniaku sempurna. Aku penyuka warna merah jambu semenjak menonton film berjudul Legally Blonde, sejak saat itu aku lebih banyak membeli barang-barang berwarna merah jambu. Aku suka minuman dingin, sedingin apapun cuaca di luar. Tubuhku selalu hangat, mandi dan hujan hanya akan mendinginkannya sesaat tetapi segera setelah itu suhu tubuhku akan meningkat kembali. Aku merasa suhu tubuhku lebih tinggi dari kebanyakan manusia, mungkin aku hanya sok tahu karena tidak semua manusia pernah kupeluk termasuk cerminku. Sayang sekali ya? Haha.
            Sore ini aku kembali bercermin—itulah mengapa kutahu kemana saja cerminku menghabiskan sore harinya, ia sering bersamaku—kami duduk berhadapan sambil bersila di atas bangku tembok yang tertanam di sebuah taman. Ia memang tidak pernah mau tahu apapun tentang diriku tapi ia selalu bertingkah sangat tahu potongan rambut bagaimana yang cocok denganku, baju seperti apa yang seharusnya kupakai, cara bicara yang pantas, cara berpikir yang sesuai dan bagaimana seharusnya aku memperlakukan dia. Selama bertahun-tahun aku setuju untuk bercermin padanya, tapi tidak sore ini. Aku hanya ingin bercerita padanya.
            “Aku ingin mendongeng tentang Putri Salju,” ucapku.
            “Jangan, untuk apa? telur semut pun tahu kisah itu!”
            “Kali ini Putri Salju hanya jadi figuran, tokoh utama adalah ibu tirinya.”
            “Ia hanya dengki pada kecantikan Putri Salju.”
            “Kautahu mengapa?”
            “Karena ia hanya wanita paling cantik kedua se-dunia.”
            Aku menggeleng.
            “Lalu?” Cerminku menautkan kedua alisnya.
            “Karena cermin ajaibnya berkata begitu.”
            “Ya dia tidak terima kini ada seorang gadis yang mengalahkan kecantikannya, maka ia memerintahkan seseorang untuk membunuh Putri Salju.”
            “Iya dia memang wanita yang kejam tapi ia sangat dungu.”
            “Apanya?”
            “Kaupikir saja, cermin mana yang mau repot-repot mengadakan survei mengelilingi dunia hanya untuk mengetahui siapa wanita paling cantik di dunia.”
            “Hmm…karena kecantikan itu relatif?”
            “Ya orang-orang biasa bicara begitu kan? Tapi setelah itu aku jadi tahu kisah terselubung di antara mereka dan bagaimana bentuk sebenarnya cermin ajaib itu.”
            “Ceritakan saja.”
            “Setelah kematian Sang Raja, ratu jatuh cinta kepada seorang lelaki. Namun karena tidak ingin kehilangan kekuasaannya ratu menyembunyikan hubungan mereka berdua. Kekasihnya selalu menyebutnya sebagai wanita paling cantik di dunia, inilah yang membuat ratu sangat bangga dan bahagia, ia selalu berkata pada pelayan-pelayannya bahwa ia adalah wanita paling cantik di dunia karena cermin ajaibnya bicara seperti itu, tentu saja tak seorang pun boleh tahu tentang rajutan cintanya. Sampai kekasihnya melihat Putri Salju yang telah dewasa dan jatuh cinta pada gadis itu, baginya kini Putri Salju adalah wanita paling cantik di dunia.
 “Rasa cinta meskipun tidak berbau, namun akhirnya terendus juga oleh Sang Ratu bahwa hati kekasihnya telah berkhianat. Ia mendesak dan pada akhirnya lelaki itu mengakui bahwa baginya kini Putri Salju lah wanita paling cantik di dunia karena ia telah jatuh cinta kepadanya.”
            “Ah, kau mengarang!”
            “Memang aku mengarang. Lagipula cerita Putri Salju memang hanya karangan. Dan seperti yang berulang kali kaukatakan, karangan adalah kebohongan. Jadi tak apalah mengarang di atas sebuah karangan, karena ditambah atau dikurangi kebohongan tetaplah kebohongan.”
            “Jadi menurut versimu, cermin ajaib hanyalah sebuah kebohongan?”
            “Bagian terbesarnya bukan itu.”
            “Lalu?”
            “Mengetahui siapa wanita paling cantik di dunia.”
            “Karena kecantikan tidak terukur secara eksak?”
            “Karena jika engkau jatuh cinta, ia akan terlihat paling cantik di matamu. Jadi tentang siapa yang paling cantik di antara ratu dan Putri Salju itu bukan sebenarnya perkara, masalahnya adalah si lelaki kini jatuh cinta pada Putri Salju.”
            “Baiklah aku mengerti.”
            “Aku lah yang dibuat mengerti oleh karanganku sendiri.”
            “Apa yang kaupahami?”
            “Sang Ratu tidak seharusnya berniat membunuh Putri Salju.”
            Benar, menurutku ia hanya tidak perlu bercermin pada cermin ajaibnya lagi.”

            “Sang Ratu harus meninggalkan cermin ajaibnya.”

Penulis : Aya Sofi Rumaisha
Sumber Gambar : Google

Tidak ada komentar:

Posting Komentar