Seni
Pameran Lukisan
“Desire & Time”
Nur Dhami Ungkapkan
Kritik Sosial dengan Idiom Manusia Jerami
Nur Dhami sempat
mengenyam pendidikan seni murni di Insititut Seni Indonesia (ISI), Yogyakarta,
namun tidak tamat karena masalah biaya. Sejak itu, hidupnya sempat tidak
teratur dan kerja serabutan. Imbasnya, kreativitasnya di seni lukis sempat
melempem. Namun kemudian Dhami bangkit lagi dari keterpurukan setelah bertemu
dengan kolektor seni lukis Hingkie HP, pemilik Galeri Zola Zolu. Dhami pun
kembali berkarya. Pameran tunggal “Desire & Time adalah salah satu wujud
kiprahnya berkesenian.
Melalui karya
lukisnya pada pameran tunggalnya bertajuk “Desire & Time di Galeri Zola
Zolu Bandung, beberapa waktu lalu, Dhami ingin mengungkapkan semacam kritik
sosial tentang hasrat manusia dalam memanfaatkan waktu. Idiom lukisan yang
dipilihnya rata-rata manusia jerami. Hal ini tak terlepas dengan latarbelakang
hidupnya di Demak dan juga perjalanan ruhaninya dalam mencari kebenaran.
“Saya memilih idiom
manusia jerami karena dulu ketika saya melukis dengan menggunakan objek
manusia, sempat ditegur orang-orang. Di daerah saya, sebagian orang menganggap
melukis manusia itu haram. Akhirnya saya memperlihatkan lukisan manusia jerami,
ternyata kata mereka tidak apa-apa. Mungkin karena bentuknya bukan manusia
seutuhnya,” jelas Dhami.
Sejak itulah Dhami
lebih percaya diri melukis dengan objek utama manusia jerami. Dhami mengakui,
dipilihnya paduan jerami dengan manusia karena di kampungnya rata-rata
bermatapencaharian petani. Divsana, dia hampir setiap saat melihat jerami, yang
akhirnya menjadi inspirasi bagi lukisannya.
Mencermati
lukisan-lukisan di pameran “Desire &
Time” ini, aksentuasi jerami sangat mendominasi. Sedangkan komposisi
lukisannya kebanyakan memakai warna dasar hijau.
“Kalau memang
terlihat warna hijau mendominasi, mungkin ada kaitan dengan perjalanan hidup
saya. Saya dan mungkin masyarakat pada umumnya merindukan suasana alam yang
hijau. Sedangkan di kampung saya,
suasana hijau ini kian perlahan kian memudar, “ kata pelukis kelahiran
10 Juni 1975 ini.
Untuk menghasilkan
karya lukis di pameran ity, Dhami menggunakan media akrilik pada kanvas
sehingga hasil sapuan dan coretan tangannya tampak lebih tajam dan mengilap,
namun berhasil menampilkan komposisi gambar yang indah dan tak bosan dipandang
mata. Contohnya pada lukisan bertajuk “Second
of Mother.” Lukisan yang yang tertuang di atas kanvas berukuran 145 X 180 cm
ini terasa sekali ketajaman warna merah muda dengan objek susu instant, yang
dilatarbelakangi dengan warna dasar hijau. Ketajaman warna ini bisa jadi
merupakan simbol untuk mengkritik secara tajam bahwa pada zaman ini orangtua
lebih senang memilih susu instant ketimbang susu ibu untuk anak-anaknya. Dalam lukisan ini, tampak objek susu instant
seperti “berhala” karena dikelilingi manusia-manusia.
Kritik sosial
lainnya tampak juga pada lukisan bertajuk
“Gado-Gado Metropolitan.” Untuk
lukisan ini, Dhami menyuguhkan sentilan sosial melalui objek setumpuk kartu
kredit, kunci, mobil, dan jerami yang dihidangkan pada piring. Sepertinya
melalui lukisan ini Dhami ingin mengingatkan bahwa manusia harus hati-hati
terhadap produk-produk untuk gaya hidup.
Selain dua lukisan
tersebut, Dhami pun memamerkan lukisan-lukisan yang menangkat tema waktu, di
antaranya: yang bertajuk Don’t Worry Be Happy, “Kaum Urban” dan “Di Atas Awan.” Di pameran ini tak hanya lukisan yang
mencirikhasi hubungan hasrat manusia dan waktu, tetapi juga sebuah instalasi
seni yang menampilkan manusia jerami yang memanfaatkan waktu.
“Tema Desire &
Time bertujuan untuk mengingatkan bahwa
manusia harus menghargai waktu. Karena itu pelukisnya menampilkan juga
simbol-simbol waktu pada sebagian karyanya,” kata Hingkie HP, pemilik Zola Zolu Galery. (yogira)
Mantaaap nih... semoga suatu saat ada event pameran serupa buat para pelukis ciwidey. Juga bisa mengundang pelukis Nur Dhami
BalasHapusWah, sangat asik sepertinya jika bisa terwujud. Juga pameran fotographi bisa asik jika buat pameran, banyak photographer kece di Ciwidey.
BalasHapus