Dari
balik pintu aku melihatnya, senyumannya, tawa renyahnya. Semuanya seperti kilat
yang cepat dan menyilaukan. Seorang gadis menyusup pada selang tangannya. Tak
ubah lama mereka pun berpelukan.
Di balik pintu menjadi penuh
dengan gelap dan rintik hujan.
Aku
berbalik. Tak ada gunanya menunggu dan berharap lagi. Jika misi itu adalah
berlari dan kembali padanya sudah jelas gagal dengan mutlak. Berapa kali
harusnya kusadarkan jiwa ini untuk terbiasa tak terikat dengannya. Satu kali,
puluhan kali. Namun berjuta regenerasi tetap tujuanku hanyalah kepadanya. Apa
yang salah?
Mataku
kembali berbalik untuk melirik. Benar, tak salah. Bahkan ia menyibakkan rambut sang gadis ke
balik telinganya. Melihatnya bertingkah romantis, seketika aku apatis. Terdiam
tanpa radar. Entah menahan atau memang bernafas itu jadi memberatkan. Aku tak
paham.
Aku
mulai tersenyum, penuh arti tanpa arti berarti. Aku harus bahagia ataukah
mengamuk durhaka? Bayanganmu terlalu lama untuk sirna. Mungkin jika aku tidak
pernah ada, kamu sudah jatuh cinta.
“Kau,
kembali bertingkah menyeramkan.” Aku menulisnya dalam sebuah kertas. Aku bisa
mendeskripsikanmu seperti sebuah jurnal.
Dengan detail, yang aku rasakan. Aku ingin menerbitkan semua tingkahmu
yang menyeramkan. Aku menantimu
membacanya, menunggu kau marah-marahi aku, atau menegurku.
“Itulah
bentuk depresiku menunggu perhatianmu.”
“Kenapa
diam? Kau sudah lupa ingatan?!”
Aku
terpuruk. Dari balik pintu tubuhku terkoneksi pada hatiku. Jika itu artinya
sakit maka seluruhnya akan terasa sakit.
Aku berguncang dan hatiku mulai menangis. Sekali lagi aku tak
benar-benar paham. Mengapa rasanya begitu sakit?
Kau
keluar dari balik pintu, bergandengan tangan dengan senyum yang tak pernah
luput dari pandangan. Mataku terpaku menatap semuanya. Dia lebih baik dariku,
kan? Dia yang membuatmu meninggalkanku, kan? Dari senyum itu, aku tahu semua
tentangku memang sudah terhapuskan.
Jika
dahulu adalah kenangan, semuanya tak benar ada, ya? Bila menganggap itu ada,
hanya terlalu menyakitkan. Benar, kau sudah bahagia di sana, mengapa aku harus
bersedih karena kau bahagia?
Matamu
melihatku dari bayangan kaca jendela. Aku di sebelahmu, lihat? Melihatmu bahagia dengan seseorang barumu.
Matamu terlihat gelagap. Senyummu terlukis berbeda. Apa kau punya rasa bersalah
padaku? Oh, tidak mungkin. Setelah gadis itu kembali merajuk padamu, semuanya
sudah kembali seperti semula. Bagimu hanya ada kau dan dia. Aku kembali
tersenyum pahit.
Jika
esok tak ada senja, lebih baik tidak ada. Senja terlalu banyak membuatku
memikirkan hal indah tentangmu. Bahkan kali ini, senja ini, saat kau bersamanya
senja selalu indah untukmu. Tak ada senja yang indah lagi untukku. Aku sudah
tidak percaya senja lagi. Peralihan itu membuatku tidak nyaman.
Sekali
lagi kamu berbalik, entah untuk apa. Aku berdiri, dan coba menatapmu sedikit
lebih lama. Menatapmu agar kau bisa merasakan rasanya seperti aku. Sedikit saja
aku agak berharap perasaan itu kembali sampai padamu. Tapi, ah, percuma. Congrats.
Kita berdua hanya butuh saling
melengos pergi pada arah yang berbeda.
*
[Terinspirasi dari MV Day6 – Congratulations]
Penulis: Rosi Risalah P
Tidak ada komentar:
Posting Komentar