Setelah sekian lama
terperosok dalam ilusi, Nadin pun sadar, ia tak seharusnya terbelenggu dalam
tunggu, terdiam dalam sesak, sepahit apapun kenyataan yang nampak ia harus
tetap menjaga warasnya. Jika tidak ia akan tersesat sendiri dalam dunia
ilusinya.
...
Semusim sudah Nadin
mengenal sosok pria yang ia sebut sebagai Langit, nama yang selalu membuanya tertawa
sekaligus menangis, nama yang menjadi alasan Nadin tidak bisa jauh-jauh dari
pojok ruangan kamarnya, yaitu tempat favorit Nadin ketika sedang berkomunikasi
dengan Langit Nadin tahu percis setiap hari aktifitas pria itu, dari bangun pagi
hingga malam tertidur kembali.
Mereka sering
berbagi cerita mengenai berbagai hal. Perlahan hanyut dalam ilusi tentangnya, Langit
sudah cukup bagi Nadin. Saat ucapan selamat paginya membuat Nadin bersemangat,
dan ucapan selamat malamnya membuat malam Nadin tertidur nyenyak berselimut
hangat.
Langit tentu banyak
menyita kehidupan nyatanya Nadin. Banyak orang-orang di sekelilingnya yang ia abaikan untuk menikmati waktu ilusi
bersama Langit. Ia memaksa menembus jarak dengan angan yang seolah dibuat
nyata.
Malam menjadi waktu
kesukaan Nadin, karena setiap jam 10 malam Langit akan berbicara padanya, tak perduli Nadin sedang
melakukan apa pasti ia lebih memilih diam di pojok ruangan dan berbicara dengan Langit, hanya lima
atau sepuluh menit saja sudah membuat
Nadin berjingkrak-jingkrak bahagia. Entah apa yang terjadi dengan otaknya,
isinya penuh dengan segalal tentang Langit
Dinding kamar,
hingga benda lainnya sudah tidak asing lagi jika melihat Nadin tersenyum sendirian
dipojok ruangan. Tidak boleh ada yang mengganggunya, Nadin bilang itu adalah
Quality Timenya bersama Langit, yaa harap dimaklumi karena hanya waktu-waktu
tertentu ia bisa berkomunikasi dengan Langit.
Sebenarnya siapa sosok
Langit? Dia itu ilusi yang membelenggu ataukah justru ilusi yang diciptakan
oleh hati Nadin sendiri?
Nadin diktekan bisikan
hati yang bercerita mengenai Langit, orang-orang bilang Nadin sudah tak waras,
Nadin menyanggahnya, ia justru bilang inilah Cinta Sejatinya. Orang kata mau sampai
kapan Nadin seperti itu? Ia bilang sampai semesta mempertemukan mereka. Akal
logika tidak bisa menghasut Nadin untuk sadar atas ilusinya.
Berapa banyak pria
didunia nyata yang mencoba memasuki kehidupan warasnya Nadin, namun ia tolak
mentah-mentah, memilih betah hahah hihih bersama Langit di depan layar temuan Bill Gates. Ia akan khawatir
dan cemas sendiri jika tidak mendengar suara Langit, bahkan ia bisa menangis
hanya untuk sosok Langit yang tak pernah bertemu sebelumnya, tapi sudah merasakan
cinta. Serpihan risau, gundah, dan rindu, Nadin ciptakan ketika tidak mendengar
kabar Langit.
.....
Kalian tahu
bagaimana rasanya patah hati? Ini bahkan lebih buruk dari sekedar patah hati. Nadin
memaksa membentuk sendiri ilusi jarak dengan Langit, ia memaksa Langit ada
dihadapannya, merangkul pundaknya, mengusap air matanya, bahkan menemaninya
berjalan kemanapun pergi. Nadin memiliki cinta untuk langit, tapi ia bertahan
untuk tidak bertemu dengannya didunia nyata, ia takut Langit pergi
meninggalkannya setelah melihat Nadin. Seperti kecemasan kebanyakan gadis
lainnya jika akan bertemu dengan pria dari dunia maya, Nadin pun merasakan
demikian. Daripada kehilangan Langit ia memilih bertahan dalam ilusi yang membuatnya
porak poranda.
Memang miris
rasanya, untuk meraba Langit Nadin harus memejamkan mata, ketika Langit hanya
menjadi sebatas angan dan puitis. Andaikan, andaikan, dan hanya andaikan yang
bisa Nadin fikirkan.
.....
Setiap hari Nadin
hanya terbelenggu oleh bayang dan ilusi tentang Langit. Aku coba sentuh lembut narlarnya,
siapa tahu nalarnya masih berjalan waras, kucoba masuki akal logikanya yang
sudah tertutupi debu-debu bayang ilusi.
Tidak mudah mengeluarkan
Nadin dari ilusi yang telah dibentuk sendiri oleh hatinya, aku tidak bisa
memaksanya, dengan sabar aku tarik perlahan Nadin keluar dari imajinasinya. Ku
uraikan pekatnya warna-warni imajinasi yang ia buat seolah nyata, biar menjadi
bias dan hilang.
Sampai pada
akhirnya terjadilah suatu hal yang membuat waras Nadin kembali, Langit tercintanya tiba-tiba memposting foto
bersama gadis lain di akun sosial medianya. Sontak batin Nadin tercabik melihat
pemandangan ini, bagaimana tidak? Selama ini Nadin sangat menjaga dirinya untuk
tidak mengenal pria lain di sekelilingnya. Namun dengan mudah Langitnya itu
memilih berjalan dengan gadis dari dunia nyatanya.
Dari sini Nadin
mulai tersadar, ia mengakui bahwa ini tidak lebih dari sekedar romansa dunia
maya. Nadin kira ini cinta ternyata ini hanya buaian romansa dunia maya yang
tidak bertanggung jawab atas perasaan yang telah ada. Nadin mematahkan hatinya
sendiri dengan mempunyai perasaan yang sebut ia cinta.
....
Memang miris, sosok
yang selama ini menjadi pusat semestanya Nadin justru menjadi pusat sakitnya
Nadin sekarang.
Ia pamit...
Nadin pun beranjak.
Melepaskan hal-hal tak masuk akal, seperti selalu ada dan bersama Langit.
Nadin memilih pamit
pada perasaan yang ada, ia serahkan nama yang selama ini membuat dia tertawa
sekaligus menangis, ia serahkan pada Sang Maha Pemilik Perasaan.
Ia hapus percakapan
bersama Langit yang selama ini membuat ia tersenyum sendirian dipojok kamar. Ia
hapus air matanya, ia mulai mengikhlaskan yang telah terjadi. Nadin memilih
kembali bercengkrama di taman bunga bersama bunga-bunga indah lainnya, ia
memilih tumbuh dengan indah memantaskan diri sampai pada akhirnya ditemukan
dengan sosok yang dikirim langsung oleh Sang Pemilik Perasaan.
....
Teruntuk
Nadin-nadin diluar sana, mungkin kalian pernah merasakan hal yang sama dengan
Nadin ini, berkenalan lewat dunia maya, terjebak dalam romansa cinta yang semu,
lalu membentuk ilusi, tak jarang lalu terjebak dalam bayang, batin berkecambuk
apakah harus diakhiri atau dilanjutkan di dunia nyata? Sampai pada akhirnya
mematahkan hati sendiri.
Sadarlah... Sentuh
warasmu... Itu hanya ilusi yang diciptakan oleh hatimu sendiri.
Dari percakapan
bermula hingga akal lupa dimana kita berada, benih cinta tumbuh membentuk
kenyamanan. Ahh sudahlah... Mari sama-sama berpamitan, cukup kejadian ini sebagai
pengingat agar senantiasa menjaga hati, tebar cinta kepada sesama atas nama Sang
Maha Pemilik Cinta bukan atas nafsu belaka.
Sibukan diri dengan
memantaskan hati dan kualitas diri, jikapun Langitmu ingin menjadikanmu rembulan
dimalamnya setidaknya ia akan menembus dunia nyatamu bukan hanya menciptakan
bayang semu melalui semu.
Sesak memang, jika
harus melepas perasaan yang telah ada. Namun berpamitan lebih dini baik adanya
jika harus seperti Nadin yang menghancurkan perasaannya sendiri. Setelah sekian
lama mengalami ilusi, kita mencoba mengerti: memeluk hati cukuplah seperlunya,
selebihnya serahkan pada Sang Pemilik Hati. Biarkan detik dan detak menghapus rasa
yang tak pantas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar