Beberapa Sajak


Gambar : Google
CIWIDEY MASA KINI (?)

Ciwidey yang asri telah banyak dioperasi, dipoles beton dan aspal tebal. Ditempeli perhiasan palsu nan murahan, restoran dan kolam renang; hutan hilang.
Auratnya dibuka sana sini, diumbar, diobral, ditempeli label harga
Dijadikan dagangan yang digadang-gadang pada para pendatang jalang
yang tak tahu cara mencinta, cuma mencari pelepas penat belaka
yang bisa bebas dipakai lalu ditinggal, asal bisa bayar
Ciwidey dilacurkan dan dijadikan tempat pelacuran
Tempat para pasangan tanpa surat kawin mencicipi birahi satu sama lain
Tradisi dijadikan komoditi, bukan buat nasi, melainkan gengsi

Kerbau dan traktor sama-sama mati muda, dibunuh ambisi demi jadi kaya raya
Eskavator ganas menggilas tanah bertuah, menggusur harta leluhur
Ciwidey dijual oleh orang-orang yang dulu menyusu dari putingnya, makan dari dagingnya
Ciwidey hanya bisa menangis bersama gerimis dan menjerit parau saat kemarau
Ciwidey pasrah dijarah para khalifah serakah.
27 Desember 2014



Pada dua puluh satu
Yang pertama dan satu-satunya
Kemarau gersangkan keyakinan
Retakan keraguan menganga makin lebar, lapar
Mengharap hujan yang tak pernah berjanji datang
Sedangkan debunya,
Mengaburkan pemahaman
Membebaskan kegelisahan dari jerujinya
Menggelindingkan hati,
sunyi sekali
Keluar dari kesetiaannya.



TANGGA LANGIT

Pada jarak 1600 meter menuju angkasa,
bukan hanya ada lukisan seluas bingkai mata
bukan hanya gunung purba atau batu-batu tua
bukan hanya lahan petani yg menjelma penjamu turis
bukan hanya kolam renang dan penangkaran rusa

melainkan juga cerita dan legenda
melainkan juga romansa, kerling masa
melainkan juga jejak peradaban
melainkan juga puisi



NYI TARUM

Nyi Tarum tergolek lemah
Dalam sebuah sekarat panjang
Menangis sampah
Bernanah limbah

Nyi Tarum menjerit
Dicekik anak sendiri
Hilang keramat
Ibu dan anak

Nyi Tarum bergidik ngeri
Melihat rupa sendiri
Elok tubuhnya dulu
tinggal busuk menusuk

Hujan mengusap wajah Nyi Tarum dalam perjumpaan paling menyedihkan
Nyi Tarum tak pernah memeluk balik
Ia hanya terbaring kering

Nyi Tarum menunggu mati

20 Pebruari 2016


1 komentar: