Ekspresi Seni di Sebuah Warung




Warung tak sekedar tempat makan dan minum. Warung bisa juga menjadi tempat berekspresi para seniman. Seperti Warung Tresni, Denpasar yang giat mempersilahkan para seniman mempersembahkan karya-karyanya setiap malam Minggu.



Ketika saya tinggal di Bali, energi seni begitu menggelora masuk dalam jiwa saya. Hampir setiap hari saya berpapasan dengan segala bentuk seni. Entah itu di objek wisata, di restoran, hotel, hingga warung-warung di pinggir jalan.

Dari sekian banyak perjalanan berkeliling di Bali, saya sempat tertarik dengan sebuah warung sederhana di Jalan Drupati Renon, Denpasar. Namanya Warung Tresni. Memang keadaannya tidaklah   semewah kafe di kawasan Kuta, Seminyak, atau Ubud. Hidangan yang ditawarkan pun terbatas dan sederhana. Tapi di sinilah tersedia masakan tradisional Bali yang nyaris punah, seperti Jubel manis, Kuah Be nyawan, dan Sambal Kecicang & Bongkot, Tipat Kuah, Rujak Kuah Pindang, Daluman, dan Tipat Cantok.

Warung Tresni juga tak seluas restoran yang bisa menyuguhkan pertunjukan hiburan seni. Tapi di sinilah tempat para seniman lintas generasi dari bermacam bidang bisa mengekspresikan karyanya, mulai dari musik, sastra, fotografer, film, kuliner, senirupa, dan bidang seni lainnya. Tidak hanya terbatas pada seni tradisional, tetapi juga seni pop dan kontemporer.  Semua aktvitas seni ini dikelola oleh komunitas Dapur Olah Kreatif [DOK].   


Di sana, para seniman secara bergantian tampil dan berbagi pengetahuan tentang seni yang dikuasainya. Di antaranya: Wayan Gd Yudane [komposer/musisi Bali, yang sudah mendunia], yang memperdengarkan konsep “TransPuisi-Musik” atau mentransformasikan puisi-puisi menjadi karya musik. Yudane berhasil menafsirkan puisi-puisi Ketut Yuliarsa menjadi sejumlah komposisi musik kontemporer. Musiknya ada yang berlirik, ada juga yang tanpa lirik. Misalnya, “Journey”,  “Entering the Stream”, dan “The Sita”
 
“Syarat utama mentransformasi puisi menjadi puisi, setidaknya ada dua, pertama,  paham dan bisa menghayati secara baik terhadap puisi. Kedua, menguasai teori music sebagai dasar penataan nada sehingga ruh puisi yang ditransformasikan merefleksikan kharismanya setelah berubah menjadi musik,” ujar Yudane.

Selain soal musik, Warung Tresni pernah menyuguhkan juga penampil Ketut “Gogonk” Pramana, pakar kuliner masakan tradisional Bali. Gogonk yang tampil nyentrik mempersembahkan atraksi memasak berjudul “Memasak Suara.” Artinya, selama memasak, Gogonk membunyikan peralatan dapur diiringi musik. Dia  sesekali bergoyang-goyang. Dengan cara masak seperti ini, Gogonk mengungkapkan bahwa asal-usul suara muncul salah satunya dari makanan.  

Gogonk begitu lincah mengiris-ngiris bumbu tradisional dan memasaknya sambil mengeluarkan bunyi-bunyian dari pisau, sendok, penggorengan, dan alat masak lainnya. Suara masak ala Gogonk diiringi kelompok gamelan asal Singapadu. Konsep memasak dengan iringan musik ini disebut juga “Lawar Manca.”  Iringan Gamelan dan bebunyian masak harus terjaga harmoninya agar tetap bisa dinikmati oleh pendengar.

Tak hanya seniman Bali yang tampil di Warung Tresni. Pernah tampil pula seniman dari luar negeri. Misalnya, seniman film asal Jerman, Lukas Steinbrecher dan Ulf-Lennart Wahls yang mempersembahkan film dokumenter bertajuk "Eat Pray Surf". Dua filmmaker ini berhasil merekam para surfer yang melayari keindahan ombak-ombak di Bali.

Di Warung Tresni pun pernah tampil kartunis Jango Pramartha yang berbagi ilmu di hadapan pengunjung. Jango menjadi pembicara utama dalam acara "Workshop Manajemen Kreatif". Selama workshop, Jango mengupas tentang manajemen kreatif usahanya  yang dinamakan BOG-BOG. Usaha yang dirintisnya ini mencakup bidang penerbitan majalah, produk-produk merchandise, dan tentu saja seputar kartun, yang menjadi keahliannya sejak dulu. Mantan Presiden Persatuan Kartunis Indonesia [Pakarti] itu memberikan tips bagaimana manusia bisa tetap berkarya meskipun sudah kehilangan pekerjaan.

Warung Tresni sekedar contoh bahwa ruang berkesenian bisa dimana saja. Sebenarnya bisa tercipta simbiosis mutualisme antara idealisme berkesenian dengan peluang bisnis berjualan kuliner. Tinggal seberapa serius dan konsisten pengelolanya agar warung kesenian bisa bertahan. Sayangnya, Warung Tresni kini tak terdengar lagi aktivitasnya dalam mengakomodasi Dapur Olah Kreatif [DOK]. Semoga warung ini lain kali ‘hidup lagi bersama DOK dan menjadi inspirasi bagi pejuang-pejuang kesenian yang mau melestarikan dan mengekspresikan karya dalam ruang bernama warung seni. [yogira]

Dok Foto 1: Wayan Gunayasa/Ketut Gogonk
Dok Foto 2: Iwan Darmawan:

1 komentar:

  1. The Best Casino in San Francisco, CA | MapYRO
    The Best Casino 춘천 출장샵 in San Francisco, CA. $5, $10 No-Deposit 용인 출장샵 Bonus + 200 Free Spins 대구광역 출장마사지 for $25 전라남도 출장안마 Casino + 200 Free Spins for 영주 출장안마 $1000 Match + 100 Free Spins for $25

    BalasHapus