Cok Sawitri Hidupkan Tradisi Mendongeng Melalui Novel



Seiring perkembangan zaman, tradisi mendongeng semakin luntur, terutama di Indonesia. Sastrawan Bali, Cok Sawitri mencoba menghidupkan lagi melalui karya novel bertajuk Tantri, Perempuan yang Bercerita.

Dongeng lahir dari tradisi lisan. Orang tua zaman dulu mendongengkan anak-anaknya. Tidak hanya untuk menghibur atau pengantar tidur. Lebih dari itu, mendongeng adalah cara menyampaikan pesan pendidikan kepada anak-anak agak kelak hidup dengan budi pekerti terpuji. Namun sayang. tradisi mendongeng makin hari makin redup. Mendongeng seolah aktivitas kuno yang tidak sesuai dengan zaman seperti sekarang ini. Mungkin adanya anggapan keliru itu,  Cok Sawitri menulis novel Tantri, Perempuan yang Bercerita.


Dalam novel setebal 364 halaman ini, Cok menyuguhkan penggalan-penggalan fable. Binatang-binatang dihidupkan, bertingkah dan berbicara seperti manusia. Lewat tokoh rekaannya, Cok menyampaikan pesan keteladanan sosial dan pendidikan moral, yang dalam realitasnya justru mengalami kemunduran.

“Novel ini bisa dibaca siapa saja. Dibacakan buat anak-anak  itu lebih bagus. Saya ingin mengungkap lagi pengalaman saya ketika masih kecil. Saya bisa mendengar dongeng dari para orangtua di sekitar saya. Novel ini pun bisa dibacakan ibu-ibu kepada anak-anaknya,” kata Cok ketika bertemu dengan penulis di Sanur, Denpasar.

Dalam sebuah diskusi, dua budayawan: I Wayan Juniartha dan Taufik Rahzen
 memberikan sudut pandang yang menarik dan inspiratif tentang novel Tantri.

“Dongeng bukanlah hal yang remeh. Dongeng bisa melakukan transformasi ke arah yang lebih indah. Dalam novel ini Cok sudah melakukannya. Cok mewakili perlawanan para ibu pada keadaan dengan cara lebih halus, tidak destruktif, seperti halnya kaum lelaki dalam menghadapi kekuasaan,” kata Juniartha.

Taufik menambahkan, dongeng selalu berangkat dari tradisi lisan. Dongeng berasal dari bahasa ibu sehingga orang tak mengenal bahasa bapak. Menurut Taufik,  melalui novelnya, Cok ingin menghidupkan dongeng karena teks selalu dimiliki kaum lelaki. Dongeng berarti story. Teks biasanya [his]tory. Teks dalam sejarah selalu menyembunyikan apa yang kita inginkan, dalam arti di situ kemungkinan besar selalu ada kebohongan.

“Dongeng memperluas imajinasi. Dalam dongeng tak ada ruang dan waktu yang pasti, Makanya. dongeng seringkali dibuka dengan kata “alkisah.” Dongeng punya ruang dan waktu tersendiri yang tidak dipunyai sejarah. Cok ingin memperkenalkan dongeng seperti ini,” kata Taufik. [yogira] [gambar : buku-books.blogspot.com]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar