Ruang Rumpi
Notula obrolan ngalor-ngidul
#Perkosaan, Hijab dan Muay Thai#
***
“Aduh,
orang-orang udah pada gila, ya!” lengking Miranda sambil melempar gawainya ke
atas meja.
“Kenapa, Neng?”
kedua sahabatnya, Lian dan Aya, bengong meliat Miranda yang tiba-tiba heboh dan
kini masih bergidik-gidik ngeri di kursinya.
Miranda tak
langsung menjawab. Ia lebih dulu meneguk green smoothies miliknya lalu
mengipas-ngipas wajahnya yang kemerahan. Kemudian setelah tenang ia baru
bersuara.
“Ini loh Nek,
kasus-kasus pemerkosaan makin ngeri aja, kayak gak ada habis-habisnya! Setelah
kasus pemerkosaan dan pembunuhan anak sekolah usia empat belas tahun itu
sekarang ada lagi kasus pemerkosaan dan pembunuhan yang sadis banget.” Miranda menjelaskan berita yang baru ia baca dari
situs berita daring melalui gawainya sambil meringis.
“Astaga! Sadis
gimana emang, Neng?” Lian yang penasaran berusaha mencari tahu.
“Nih, kamu baca
sendiri aja deh!” Miranda memungut gawainya untuk diserahakan pada Lian.
Lian membaca
deretan informasi yang terpampang di layar dengan seksama, juga Aya yang
menempelkan badannya pada Lian untuk bisa ikut melihat, dan…
“Anjir! Lubang
kemaluannya dimasukkin cangkul? Sinting!” Lian tak bisa menahan diri untuk
tidak mengumpat. Muka Aya tiba-tiba memucat, buru-buru ia meminum jus jeruk
pesanannya untuk membasuh tenggorokan kering yang sebenarnya tak haus-haus amat.
Lian dengan gusar menyalakan rokok ketiganya. Sembari mengepulkan asap ia mulai
berbicara.
“Tuh, Neng,
makanya kalian jadi cewek harus hati-hati. Zaman sekarang tuh kejahatan bisa
ada di mana-mana. Makin banyak cowok-cowok yang gampang horni tapi jomlo dan
gak punya pelampiasan, terus akhirnya perkosa perempuan. Jangan coba-coba
pancing nafsu mereka, nanti kalian juga yang kena. Dengan pakai baju ketat dan
seksi, misalnya.” Untuk kalimat terakhir itu Lian sengaja mengarahkan
pandangannya kepada Miranda yang saat itu hanya menutupi tubuhnya dengan tank-top
dan rok berlipit longgar sepaha. Rambutnya berkepang satu disampirkan di bahu
kirinya, leher kanannya polos terbuka.
“Kamu, Randa,
coba deh pakai hijab kayak Aya. Itu bisa jagain kamu dari mata lelaki yang suka
jelalatan. Daripada pakai baju terbuka kayak gitu, para cowok akan berpikir
kamu sengaja buka-buka karena pengen diraba.” Lian mengetuk-ngetukkan batang
rokoknya pelan di ujung asbak.
“Idih, kata
siapa. Aku cuma pakai baju yang nyaman aku pakai. Titik. Jadi cowok gak usah
kegeeran deh, aku pakai baju untuk kepentinganku, bukan buat narik perhatian
mereka. Bandung gerah, Nek, aku gak kuat kalo mesti pakai baju lebar
kemana-mana,” keluh Miranda.
“Bandung gerah
sih. Tapi inget, neraka lebih panas, Darling.”
“Haha, pake
bawa-bawa neraka. Emang lo yakin ada?” Miranda tertawa jahil pada Lian.
“Ada, dong.
Agamaku mengajarkan bahwa manusia akan pulang ke surga atau neraka, tergantung
amal perbuatannya di dunia. Jadi, ya, aku percaya.”
“Kalo kamu
percaya neraka itu ada, ngapain masih pake Grindr, Hornet, Jack’d beserta
kawan-kawannya di hape kamu?”
“Haha, sialan
lo, Randa! Pake bawa-bawa itu segala.”
Aya yang dari
tadi hanya mendengarkan berusaha untuk menengahi.
“Udah, udah, gak
usah saling buka aib satu sama lain. Semua orang punya amal dan dosanya
masing-masing yang bakal ditimbang di hari perhitungan nanti. Itu kalo kalian
percaya, kalo gak percaya juga gak apa-apa. Toh risiko nanti ditanggung
masing-masing.” Aya mengakhiri kalimatnya dengan cekikikan. Kemudian ia melanjutkan,
“Yang jelas perkosaan itu kejahatan yang keji. Hubungan seks adalah hal yang amat
personal dan sakral. Ketika seseorang dipaksa untuk melakukan seks tanpa
persetujuannya maka ia telah direnggut haknya sebagai manusia. Yaitu hak untuk
memiliki otoritas atas tubuhnya sendiri. Dan aku setuju sama pendapat yang
bilang bahwa pemerkosaan itu bukan sekedar sarana pelampiasan nafsu birahi
belaka tapi lebih dari itu.”
“Lebih dari itu?
Maksudnya gimana, Ay?” Lian nampak bingung. Baginya pemerkosaan ya tidak lebih
dari tindakan pemaksaan yang dilakukan seseorang untuk bisa berhubungan seks dengan
orang lain. So for him, it’s all about
sex.
Miranda nampak gatal
untuk ikut berkomentar, cepat-cepat ia menimpali, “Ketika seseorang melakukan
pemerkosaan, dia bukan sekedar pengen berhubungan badan sama korbannya, ada
kalanya mereka melakukan itu untuk menunjukkan bahwa mereka punya kekuasaan
atas tubuh dan kehormatan korbannya. Nafsu bejat superioritas. Inget kata Aya soal
otoritas atas tubuh tadi? Tubuh manusia sebagai teritori peribadi seharusnya
berada sepenuhnya di bawah kekuasaan sang pemilik tubuh. Tak boleh disentuh
kecuali dengan persetujuan pemiliknya. Nah, pemerkosa akan merasa kuat dan
berkuasa ketika ia berhasil merebut otoritas itu dari korbannya. Ada aroma
“penaklukan” di situ. Di situ hasrat mereka untuk menjadi pihak superior
mendapatkan pemuasan. Itu yang mereka cari. Kalau sekedar ingin menyalurkan
birahi, mereka kan bisa masturbasi. Lebih simpel dan gak bakal terancam masuk
penjara.”
“Bosen kali,
Nda. Sekali-sekali pengen sama yang asli,” goda Lian.
“Nah yang kayak
kamu itu juga bahaya, loh, Lian. Menjadikan perkosaan sebagai bahan candaan,”
kata Aya dengan nada serius.
“Betul tuh kata
Aya, menjadikan perkosaan sebagai candaan itu bahaya banget. Bisa bikin masyarakat
kehilangan kesadaran untuk menghormati tubuh manusia, lebih khususnya perempuan.
Mungkin ada kaitannya juga dengan budaya patriarki yang menempatkan status
perempuan di bawah laki-laki, sehingga perempuan lebih rentan terhadap
pelecehan seksual.”
“Aduh, bahasamu
berat amat, Neng, kayak yang ngerti aja. Haha.” Mereka bertiga kemudian sama-sama
tenggelam dalam gelak tawa.
“Eh, tapi,
kalian sebagai perempuan gimana dong menyikapi kasus-kasus perkosaan ini? Gak takut?
Apalagi kayak kamu, Miranda, yang cuek soal pakaian terbuka.”
“Ya, harusnya
setiap orang diajari untuk menghormati tubuh orang lain. Dikasih pendidikan
moral dan pendidikan seksual sejak dini. Tak usah menjadikan seksualitas
sebagai hal yang tabu, justru harus dipelajari supaya tak ada fantasi yang
kelewat liar. Lelaki harus bertanggung jawab atas moralnya sendiri tanpa perlu
terpengaruh oleh pakaian yang dikenakan perempuan.”
“Iya sih, Neng,
idealnya mah begitu. Tapi nyatanya, lelaki di sini kan dikasih lihat paha
sedikit juga udah belingsatan kemana-mana.”
“Makanya, mulai
sekarang aku mau belajar muay thai,
jadi kalo ada yang macam-macam bisa kuhajar. Set! Set!” kata Miranda sambil
memperagakan gerakan menonjok dan menangkis pukulan dengan lincah dan penuh
semangat.
“Bagus lah, Nda.
Nah sekarang, kalo menurut kamu sebagai orang yang memakai hijab gimana, Ay?”
Lian beralih kepada Aya yang baru saja menyendokkan es krim cokelat ke
mulutnya.
Aya menggumam
panjang, kemudian menjawab dengan hati-hati, “Jadi gini, aku setuju sama
Miranda bahwa lelaki harus bertanggung jawab atas moralnya sendiri. Tapi
sebagai pemilik tubuh, aku juga merasa harus berhati-hati. Sama aja kayak kita
punya rumah. Semua orang pasti setuju bahwa pencurian itu melanggar hukum. Tapi
sebagai pemilik rumah, aku tetap merasa perlu untuk berjaga-jaga. Maka selain
mengunci rumah aku juga bikin pagar di sekeliling untuk melindungi rumahku dari
pencuri. Itulah fungsi hijab buatku. Selain karena memang telah diwajibkan oleh
agama tentunya.”
“Ah iya. Aku
ngerti sekarang. Intinya semua orang punya cara sendiri untuk menjaga diri
mereka dari pelecehan. Dan tentu, yang utama, mengajari semua orang untuk
menghormati tubuh orang lain. Khususnya lelaki menghormati perempuan.” Lian mengangguk-angguk
sendiri sambil mematikan rokoknya.
“Iya, Lian. Kamu
sebagai lelaki harus bisa menghormati perempuan, ya!” pesan Aya pada
sahabatnya.
“Tenang aja, Ay,
gak usah khawatir soal Lian, dia kan sukanya lakik! Hahaha.”
“Sialan, lo,
Randa!”
Obrolan mereka ditutup dengan ramai tawa.
***
Yoga Palwaguna
Sok asa kumaha ari ngobrolin randa teh hihihi
BalasHapusSok asa naon tah? Kade bisi sok asa hoyong. 😂😂😂
Hapus"Hi, Ay!" Aya said hi to Aya.
BalasHapusKang Rian mah gagal fokus.
Ceritanya keren, obrolan ringan yang membuka pandangan. Menyalahkan korban pemerkosaan sebenarnya bukan hanya tentang sudut pandang yang tidak adil tetapi lebih mengerikan dari itu, hilangnya rasa empati terhadap korban. jadi inget kutipan dari film 5th wave, "Jika kamu ingin membunuh manusia, bunuhlah rasa kemanusiaannya."
Halo Kak, Aya. Baru inget, ada yang namanya Aya juga di KSC. 😂
HapusSetuju sekali dengan quotenya. Mengerikan sekali ya ketika kita kehilangan kemanusiaan atau menghilangkan nilai kemanusiaan orang lain.